Minggu, 10 April 2011

ISTRI SEBAGAI AMANAH

Nafkah untuk seorang istri ...      Mengenang kembali peristiwa di Arafah, pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 H. yaitu sebelum wafatnya Rasulullah SAW salah satu wasiat beliau yang disampaikan dalam khutbah Wada 'ke sekalian umat Islam, yaitu agar kita m...engawasi dan memelihara kaum wanita sebagai amanah.   Tugas dan tanggung jawab ini, ditujukan khusus kepada kaum pria yang berperan sebagai suami di dalam sebuah rumah tangga. Sabda Rasulullah SAW yang berarti, "Takutlah kepada Allah dalam urusan wanita, karena sesungguhnya kamu telah mengambil mereka dengan amanah Allah." (HR. Muslim)   Dasar kejadian kaum pria, dikaruniai oleh Allah dengan kekuatan fisik, memiliki pemikiran yang luas dan beberapa kelebihan lainnya. Sebaliknya kaum wanita diciptakan dengan sifat yang lemah lembut, penyayang dan kurang agresif. Mereka lebih banyak dipengaruhi oleh emosi. Oleh itu sewajarnya kaum pria diberi tugas dan tanggung jawab memikul amanah menjadi ketua atau pemimpin yang mengontrol dan melindungi kaum wanita.   Allah SWT berfirman, artinya: "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta `at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.Jika mereka menta `atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. "(Surah an-Nisaa ', ayat 34)   Amanah yang dipertanggungjawabkan  Setiap pasangan harus merasa bertanggung jawab penuh menjalankan tugas masing-masing demi membangun keluarga. Bagi lelaki, sebagai kepala negara, pemimpin dalam masyarakat, suami ke istri, ayah dari anak-anak atau sebagainya. Mereka seharusnya mengerti hak-hak dan tuntutan kaum wanita yang menjadi kewajiban bagi mereka memperjuangkannya serta membela nasib kaum wanita ini saat mereka teraniaya.   Sirah Rasulullah SAW telah membuktikan bahwa beliau adalah pembela kaum wanita yang terkemuka. Beliau tidak hanya membawa risalah Islam yang sempurna, bahkan telah berhasil membebaskan kaum wanita dari cengkeraman adat jahiliyah serta menempatkan posisi mereka ke suatu taraf yang begitu mulia.   Namun paling mengecewakan bila ada kaum pria yang suka mengambil kesempatan di atas kelemahan wanita dan memandang rendah terhadap mereka dan menjadikan mereka korban mereka dan menjadikan mereka korban penganiayaan.   Tampilan kaum wanita tidak begitu perhatian menyebabkan hak atau kepentingan mereka terpinggirkan. Kondisi ini terjadi karena adanya perasaan ego yang tinggi di dalam diri pria dan tidak ada kesadaran dalam memikul amanah dan tanggung jawab terutama sebagai kepala rumah tangga.    Banyak kasus seperti ini terjadi dalam masyarakat, misalnya: (I) Mengabaikan nafkah (biaya) istri. (Ii) Tidak menyediakan tempat tinggal yang seharusnya. (Iii) Bersikap kasar terhadap istri. (Iv) Memberi tugas di luar kemampuan istri. (V) Menganiaya (mendera) istri. (Vi) melimpahkan tanggung jawab dirinya (seorang suami) ke bahu istri.   Kewajiban Suami Memberi Nafkah (belanja)    Sesungguhnya kewajiban memenuhi kebutuhan nafkah terhadap istri tidak hanya terhenti sebatas nafkah batin semata tetapi juga nafkah lahir termasuk memberi belanja dan kebutuhan lahir ke istri. Hal ini telah diatur oleh syara sebagaimana firman Allah SWT yang maksudnya, "Dan kewajiban suami memberi makanan dan pakaian kepada istri dengan cara yang baik." (Surah al-Baqarah, ayat 233)   Nafkah harta (belanja) adalah suatu bagian dari harta yang dibelanjakan ke orang-orang yang dipertanggungjawabkan kepada suami terhadap istrinya.Sedangkan yang dikatakan harta itu pula harus dari sumber yang halal, yaitu bukan hak anak yatim atau bukan hak orang lain yang tersimpan dan bukan dari usaha mencuri, korupsi, riba dan sebagainya. Maka harta yang dijadikan nafkah untuk perbelanjaan istri dan anak-anak harus harta yang diperoleh dari jalan yang halal. Harta yang haram tidak dapat dijadikan nafkah.   Sabda Rasulullah SAW yang maksudnya, "Setiap daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram, nerakalah yang lebih layak baginya."   Hak Isteri Tanggungjawab Suami  Salah satu hikmah mengapa beban nafkah itu terpikul di bahu suami adalah karena kelebihan pria dalam penciptaannya dari segi kekuatan fisik dan akal pikirannya yang dianggap mampu untuk bekerja keras mencari nafkah, memberi perlindungan dan mempertahankan kehormatan keluarga di mana tidak ada kewajiban bagi istri untuk mencari nafkah. Tetapi ini bukanlah berarti bahwa Islam telah menggambarkan wanita sebagai orang yang lemah dan hanya membebani pria tetapi ia adalah penghormatan Islam kepada wanita sehubungan dengan tugas mereka yang amat kompleks di rumah dalam mengelola hal anak-anak dan keluarganya.   Maka memberi nafkah ini adalah wajib hukumnya atas suami sejak dimulainya ikatan pernikahan, meskipun si istri itu adalah seorang yang kaya di mana perkawinan itu sekali-kali tidak akan mengubah posisinya bahkan dia tetap memiliki hak-hak pribadi yang tidak dapat diganggu walaupun oleh suami.   Sedangkan suami tetap bertanggung jawab memberikan nafkah kepada istrinya itu yang merangkum penyediaan kebutuhan dasar yaitu makanan, pakaian, tempat tinggal yang layak di samping memberikan uang belanja untuk mengurus kebutuhan diri, anak-anak dan rumah tangga.   Ini adalah berdasarkan kondisi dan kemampuan si suami tersebut dimana istri yang baik tidak akan 'merengek-rengek' meminta sesuatu yang tidak bisa dibeli atau disediakan oleh suaminya sebagaimana yang tersebut dalam al-Quran yang maksudnya, "Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya ; dan siapa yang disempitkan rezekinya, maka hendaklah ia memberi nafkah dari apa yang diberikan Allah kepadanya (sekadar yang mampu); Allah tidak membebani seseorang melainkan (sekara kemampuan) yang diberikan Allah kepadanya. (Orang-orang yang dalam kesempitan hendaklah ingat bahwa) Allah akan memberikan kesenangan sesudah kesusahan. "(Surah at-Thalaq, ayat 6-7)   Sedekah Yang Diwajibkan  Sesungguhnya Islam menganggap bahwa pemberian nafkah suami kepada istri itu sebagai satu sedekah di mana Rasulullah SAW menjelaskan dalam sebuah hadis beliau bahwa sedekah yang paling baik adalah yang melebihi kebutuhan.Walhal sedekah ini pula elok didahulukan kepada orang yang dibawah tanggungan si suami itu sendiri yang berarti ke istri masing-masing.   Sa'ad bin Abu Waqqash berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda maksudnya, "Setiap belanja yang engkau berikan demi mencari ridha Allah, pasti diberikan pahala, sekalipun yang engkau suapkan ke dalam mulut istrimu." (HR. Bukhari & Muslim).   Bahkan nilai memberi nafkah kepada istri dan anak itu sebenarnya adalah lebih utama dari menyumbangkan harta demi perjuangan Islam di mana Rasulullah SAW pernah bersabda yang maksudnya, "Satu dinar yang engkau belanjakan untuk perang di jalan Allah dan satu dinar yang engkau belanjakan untuk istrimu, yang paling bermanfaat adalah apa yang engkau berikan kepada istrimu. "(HR. Bukhari & Muslim)   Fenomena Masyarakat  Jika ditinjau pada kehidupan berumah tangga sekarang kebanyakan pria lebih suka memilih perempuan yang berprofesi sebagai istri, bukan karena dia tidak mampu, tetapi pada pandangan mereka jika istri bekerja, biaya nafkah termasuk uang belanja dapur dan biaya-biaya dasar keluarga dapat dibagi dalam arti lain dapat digunakan uang gaji istri dan diharap dapat melepaskan banyak beban yang harus menjadi tanggung jawab dirinya.   Dalam hal ini sekalipun masyarakat sudah menganggap hal tersebut sebagai lumrah kehidupan berumah tangga yaitu berbagi susah dan senang, namun sebenarnya ia adalah menjadi tanggung jawab suami di mana isteri hanya perlu membantu jika suami tersedia tidak mampu dan hal ini telah dijelaskan oleh Islam sebagai ibadah yang akan mendapat ganjaran yang besar di sisi Allah SWT.   Hal ini telah disebutkan oleh Rasulullah SAW di mana ada sepasang suami istri, Zainab dan Abdullah bin Mas'ud. Si suami tersebut termasuk fakir, sementara istrinya memiliki harta yang sungguh banyak yang ingin disedekahkan. Maka mereka pun datang menemui Rasulullah SAW dengan ditemani oleh seorang wanita yang juga memiliki niat yang sama. Ketika sampai di depan rumah Rasulullah mereka bertemu Bilal.   Zainab pun berkata, "Katakanlah kepada beliau bahwa ada dua orang perempuan yang akan bertanya apakah cukup kalau harta mereka diberikan kepada suami mereka dan kepada anak yatim di rumah-rumah mereka? Tolong jangan kau katakan siapa kami. "   Bilal pun masuk dan menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah SAW. Terlebih dahulu beliau bertanya siapakah wanita itu. Bilal pun berkata, "Seorang wanita Anshar dan Zainab." "Zainab yang mana?" Tanya Rasulullah. "Istri Abdullah bin Mas'ud." Jawab beliau: "Mereka berdua akan mendapatkan dua pahala. Satu pahala ibadah dan satu pahala sedekah. "(HR. Bukhari & Muslim)   Namun kesalahan yang sering dibiarkan terjadi adalah pada ada suami yang alpa dan sengaja mengambil kesempatan istrinya yang bekerja sehingga ada yang hidup dengan hasil pendapatan istri semata-mata, tanpa melakukan apa-apa kerja.   Sedangkan Islam telah mengingatkan bahwa dalam hal pendapatan istri, adalah menjadi hak mutlak sendiri di mana dia berhak berbuat apa saja terhadap harta pencariannya dan suami tidak berhak untuk mengontrol, mengatur, mengambil atau membelanjakan harta tersebut tanpa persetujuannya terlebih dahulu apalagi memaksanya bertanggung jawab menghidupi keluarga.   Kualifikasi Isteri Mendapat Nafkah  Istri yang layak mendapat nafkah harus istri yang sah atau istri dalam 'iddah raj'i atau' iddah yang bisa disebut kembali, artinya adalah 'iddah dari talak satu atau dari talak dua di mana' iddah talak tiga tidak berhak diberi nafkah karena ia adalah talak yang tidak dapat disebut kembali.   Maka seandainya istri tersebut tidak mendapat nafkah yang adil dan memadai dari suami atau dia dikasari oleh suami, maka dia dapat mengajukan klaim atau gugatan di Mahkamah Syar'iyah kecuali seseorang istri itu nusyuz (durhaka) kepada suaminya, curang dan sebagainya atau kedaluwarsa iddah maka dia tidak berhak untuk mendapatkan nafkah.   Contoh pengabaian Nafkah    Ada beberapa suami yang mengabaikan tanggung jawab karena: i) Memiliki istri yang berpenghasilan lebih atau sama dengannya dan suami tersebut menganggap bahwa sudah cukup untuk istri menanggung sendiri biaya rumah tangga dan dirinya. ii) Bertujuan untuk mendidik istri agar tidak menjadi boros.   Menuntut Hak    Bila istri menyadari kesalahan yang telah dilakukan oleh suaminya maka si istri harus: 1. Menasihati suami secara lemah-lembut dan sopan tentang tanggung jawabnya atas dasar tidak ingin durhaka kepadanya. 2. Cari orang ketiga yang dapat dipercaya dan dihormati untuk menyadarkan kesalahan suami. 3. Menurut pengadilan syariah.   Begitupun Islam mengharuskan si istri mengambil haknya meskipun tanpa pengetahuan suami (jika kondisi sudah terdesak) karena pernah diriwayatkan oleh Aisyah ra bahwa Abu Sufyan yaitu seorang sahabat Rasulullah SAW yang cukup kaya, bersifat terlalu kikir dalam memberikan nafkah (belanja) ke istrinya sehingga istrinya nekad mencuri uang suaminya.   Hindun, istri Abu Sufyan itu mengabarkan halnya ini ke Rasulullah SAW."Sungguh Abu Sufyan adalah orang yang kikir (pelit). Ia tidak memberiku belanja yang mencukupi bagi diriku dan anaknya, sehingga aku terpaksa mengambil hartanya tanpa pengetahuannya. "   Rasululah menjawab, "Ambillah sebanyak yang mencukupi dirimu dan anakmu dengan wajar." (HR Bukhari dan Muslim)     KesimpulanSebuah hadis mengatakan yang di antara maksudnya, "Rasulullah SAW bersabda ... seorang pria adalah pemimpin atas keluarganya. Dia akan ditanya tentang kepemimpinannya ... "(HR. Muslim)   Maka di sini seorang suami akan diminta bertanggung jawab pada anggota keluarga yang di bawah tanggungannya termasuk urusan pemberian nafkah. Oleh karena itu, sebagai kepala keluarga, apakah istri meminta atau tidak, memberi nafkah tetap menjadi tanggung jawab seorang suami karena sesungguhnya Rasulullah SAW amat membenci umatnya yang bersifat bakhil terutama kepada pasangan yang telah melahirkan keturunannya malah sifat bakhil ini juga adalah termasuk untuk orang yang tidak menggunakan tenaganya untuk berusaha mencari nafkah untuk diri dan keluarganya. Sebaliknya mengharap istri bekerja untuk menghidupi kehidupan rumah tangga mereka.   Golongan ini akan dibalas dengan berbagai ancaman di akhirat kelak di mana beliau bersabda dalam sebuah haditsnya bahwa orang bakhil itu jauh dari Allah, jauh dari surga, dan pergaulan manusia, sebaliknya dekat dengan api neraka.   Sedangkan orang yang dermawan itu dekat kepada Allah, dekat kepada surga, dekat dengan manusia dan jauh dari api neraka. Maka sesuai seorang suami yang benar-benar bertanggung jawab pasti akan dapat melahirkan suasana damai dan harmonis dalam rumah tangga. Tidak akan terjadi masalah ketidakadilan, penganiayaan dan sebagainya.   [Rudypurweb]       

Sumber: facebook: asep nedyana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar